Perkembangan
Convineince store di Indonesia
BISNIS RITEL MAKANAN (GROCERY) SANGAT
MENJANJIKAN
Hipermarket
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat
Pada
tahun 2010 industri hipermarket di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, total
belanja ritel modern tahun ini bakal mencapai Rp 100 trilyun. Sebanyak Rp 65
triliun merupakan belanja makanan dan sisanya non-makanan. Dari jumlah belanja
makanan ini, hipermarket mengambil porsi 35 persen, minimarket 35 persen dan
supermarket 30 persen. Makanan yang merupakan kebutuhan pokok manusia,
mengharuskan kita mau tidak mau untuk berbelanja makanan dan minuman setiap
harinya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa mini market dan hypermarket
pertumbuhannya sangat pesat Kompas.Com).
Pertumbuhan
gerai ritel makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun dan supermarket 7%
per tahun dan convenience store/mini market sekitar 15%. Pada tahun 2003,
penjualan sektor ritel modern makanan dikuasai oleh supermarket 60%,
hypermarket 20% dan sisanya 20% oleh convenience store/mini market.
Potensi
Pengembangan Ritel Makanan (Grosery) di daerah-daerah
Permintaan produk kebutuhan sehari-hari (consumer
goods) masih merupakan permintaan utama. Produk bahan makanan (groceries)
mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang perdagangan
ritel. Sementara untukproduk non-pangan, penjualan
pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar
30% barang perdagangan ritel,diikuti penjualan
barang-barang elektronik sebesar 12%, dan penjualan
produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%.
Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih
relatif besar terhadap jumlah populasi penduduk.
Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk
Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti
Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281
toko, danChina 74 toko. Jumlah toko ritel modern di
Indonesia hanya menempati porsi
yang sangat kecil (0,7%) dibandingkandengan jumlah
toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai
7.937 toko.
Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi,
baik dilihat dari sisi jumlah gerai toko maupun pangsa
perdagangan ritel penjualan produk fast moving
consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di
Indonesia padatahun 2008 mencapai 10.607 toko
dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar
17,3%, tertinggi dibandingkanformat ritel modern lainnya,
disusul hypermarket dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 16,9%.Sementara itu, pangsa
perdagangan ritel minimarket untuk penjualan produk
FMCG meningkat cukup signifikandibandingkan format
lainnya, yaitu dari sebesar 5% di tahun 2003 menjadi
16% di tahun 2008.
PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) telah mengambil
langkah inisiatif strategis untuk mengkaji dan menganalisakegiatan bisnisnya secara
keseluruhan, terkait dengan rencana perusahaan mengembangkan
kompetensi intidalam bisnis hypermarket-nya.
Sebagai pelopor compact hypermarket di Indonesia dengan
model bisnis yang telahteruji, akan terus berfokus kepada bisnis
ritel makanan, melalui fase ekspansi Hypermart ke
semua daerah diIndonesia. Selain itu,
streamline semua bisnis non-inti lainnya/bisnis non-hypermarket, guna
memastikan bahwasemua sumber daya MPP dioptimalkan
100%, untuk mendorong pertumbuhan bisnis Hypermart. Indonesia merupakan
negara berpotensi besar dan memiliki pertumbuhan pasar yang paling
menarik secara global diantaranegara berkembang lainnya. Negara dengan jumlah
penduduk terbesar keempat di dunia dengan segmen kelasmenengah yang meningkat,
ekonomi yang ditopang oleh basis konsumen yang kuat, daya beli yang terus
meningkat dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi tahunan yang kokoh. Sampai saat
ini, ekonomi berbasis konsumen yang kuat ini
telah mendorong pertumbuhan PDB negara dan diprediksikan akan
terus tumbuh rata-rata 5,6% per tahunsampai dengan tahun 2014, sedangkan PDB perkapita diperkirakan akan tumbuh sebesar 11,3%
sampai dengan tahun 2014 dan akan melampaui batas US$ 3.000 di tahun 2012.
Pertumbuhan
daerah-daerah di Indonesia juga berlangsung pesat akhir-akhir ini, baik dari
sektor ekonomi, pariwisata maupun pendidikan. Dimana setiap daerah berkembang
dengan potensinya masing-masing. Pertumbuhan pariwisata dan meningkatnya
populasi ekspartriat, menyebabkan peningkatan jumlah impor. Riteler besar seperti
Carrefour Indonesia, Matahari Putra Prima Tbk, dan Hero Supermarket berhasil
meningkatkan penjualan merek, melalui penjualan produk-produk private label,
penawaran promosi yang menarik, dan ekspansi ke daerah-daerah dan pasar yang
belum jenuh.
Peran
Pemerintah dalam Pengelolaan Pasar Tradisional dan Ritel Modern
Keberadaan
pasar modern yang meliputi minimarket, supermarket, hingga hipermarket tidak
dapat dihindari. Untuk dapat bersaing, pasar tradisional harus diperkuat agar
konsumen tidak beralih. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Jawa Tengah Ihwan Sudrajat mengemukakan hal tersebut di Kota Semarang, Rabu
(24/6). Menurut Beliau, pasar modern memiliki segmen pasar tersendiri sama
seperti pasar tradisional, sehingga pilihan sepenuhnya terletak pada konsumen.
Kita
tidak dapat membatasi pasar modern, karena pendiriannya pun berdasarkan adanya
permintaan pasar. Yang harus dilakukan adalah melindungi pelaku UMKM dan pasar
tradisional. Ini adalah tugas dari pemerintah. Aturan untuk keberadaan pasar
modern ada dalam Keputusan Presiden Nomor 112 Tahun 2008 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Dalam Pasal 5
diatur perihal letak pasar modern segala ukuran, dari hipermarket yang terbesar
hingga minimarket yang terkecil. Dalam aturan tersebut disebutkan, hipermarket
hanya diperbolehkan berlokasi pada akses jalan utama, supermarket tidak
diizinkan berada pada lingkungan perumahan, dan minimarket diperbolehkan berada
di akses jalan pada lingkungan permukiman di kota.
Sementara
itu, penguatan terhadap pasar tradisional, dilakukan dengan program penataan
pasar. Sektor perdagangan mendapatkan alokasi dana stimulus sebesar Rp 335
miliar yang digunakan untuk program revitalisasi dan renovasi pasar tradisional
sebesar Rp 215 miliar, dan pergudangan Rp 120 miliar. Menurut data yang
diperoleh VIVAnews dari salah satu anggota dewan, sebanyak 123 kabupaten/kota
di 11 provinsi rencananya mendapat alokasi stimulus pasar sebesar Rp 215
miliar.
Pemerintah
telah menerima sedikitnya 600 proposal dari 300 daerah di seluruh Indonesia
untuk program revitalisasi pasar tradisional. Semua proposal yang masuk ke
Departemen Keuangan akan dibahas pelaksanaannya.
Sekretaris
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Gunaryo di Kantor Pengawas
Persaingan Usaha mengatakan, ada sekitar Rp 235 miliar dana revitalisasi pasar
yang disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Perbantuan dari
Pemerintah Daerah. Dari proposal yang masuk ke Departemen Perdagangan, jenis
revitalisasi bermacam-macam. “Ada yang rehabilitasi total, pertambahan luasan,
atau renovasi saja,” katanya. Dana yang disiapkan untuk revitalisasi pasar
tradisional tersebut, menurut Gunaryo mulai Rp 3 miliar atau tergantung daerah
dan besaran kasus yang terjadi. “Kini sedang dibahas di Menteri Keuangan,”
tutur Gunaryo.
Proposal
rehabilitasi pasar tersebut, katanya, harus melalui persetujuan Dinas PU di
daerah terkait standar bangunan. Gunaryo menambahkan untuk program revitalisasi
pasar tradisional mulai tahun depan, Pemerintah daerah berkomitmen untuk
menambah anggaran pembinaan pasar. Dana stimulus revitalisasi pasar tradisional
tahun ini dikucurkan melalui Departemen Perdagangan lewat Dana Alokasi Khusus.
Kelemahan
pasar tradisional yang harus segera dibenahi :
1.
Kurangnya pengelolaan pasar yang baik menyebabkan tutupnya beberapa pasar
tradisional.
2.
Kurang nyamannya berbelanja di pasar tradisional, terutama masalah kebersihan.
3.
Kurangnya modal peritel tradisional untuk bisa mengembangkan usahanya.
4.
Harga yang lebih mahal untuk produk tertentu dibanding harga di pasar modern.
Strategi
pengelolaan bisnis ritel modern yang kreatif dan inovatif
Para pelaku
bisnis ritel, baik modern maupun tradisional, harus lebih meningkatkan
promosinya. Menurut data dari Lembaga Riset Nielsen Indonesia, sepanjang
semester pertama 2010, konsumen belum terlalu memprioritaskan uang belanja
untuk membeli makanan, minuman, dan berbagai kebutuhan harian. Konsumen kelas
menengah, justru lebih memilih belanja kendaraan atau elektronik.
Pertumbuhan
penjualan ritel nasional sepanjang Januari sampai Mei lalu baru mencapai 9
persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009. Angka tersebut
jauh tertinggal dari pertumbuhan sektor lainnya. Pertumbuhan penjualan mobil
menduduki angka tertinggi 73,5 persen. Begitu pula sepeda motor sebesar 35,2
persen. Penjualan elektronik rumah tangga juga meningkat 32,35 persen,
sedangkan komputer naik 30 persen.
Saat
ini tengah terjadi pergeseran perhatian konsumen dalam membelanjakan anggaran bulanannya.
Terutama kelas menengah atas, masih memilih belanja big ticket item (mobil,
motor, elektronik). Yang secara tidak langsung, mengindikasikan masyarakat kita
semakin mapan.
Seiring
berkembangnya teknologi, gaya hidup masyarakat juga ikut berubah. Sebelum ada
teknologi, saat ada waktu luang konsumen bisa pergi ke warung atau belanja.
Begitu ada ponsel dengan segala kecanggihannya, punya waktu luang sedikit
langsung online. Rekreasi di dunia maya dirasa lebih mengasikan, daripada pergi
ke pasar tradisional atau supermarket dan hypermarket sekalipun.
Sepanjang
2009, total belanja konsumen untuk ritel 56 kategori produk mencapai Rp 99, 653
triliun (tidak termasuk telur, cabai, beras, dan beberapa sembako). Sementara
itu, pada Januari sampai Mei 2010, total uang yang sudah terbelanjakan Rp
44,685 triliun.
Nielsen
melakukan riset tentang tren belanja masyarakat dengan cara wawancara face to
face di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan. Responden adalah
pria dan perempuan usia 15-65 tahun. Total 1.781 narasumber memiliki kemampuan
belanja lebih dari Rp 1,250 juta per bulan. (gen/c6/kim)
Pengusaha
ritel sebaiknya lebih kreatif mengemas tempat berjualan, kemudian
mempromosikannya dengan lebih menarik lagi. Berdasar hasil survei yang
dilakukan Nielsen, 19,8 persen konsumen mengungkapkan bahwa faktor nonfood
(kenyamanan tempat, kemasan, promosi, dll) merupakan alasan mereka untuk datang
ke tempat belanja.
Manajemen
SDM mempunyai peranan signifikan dalam sebuah bisnis ritel. Mengkoordinasi dan
memotivasi karyawan dalam pencapaian target. Sampai pada akhirnya terbentuklah
sebuah komitmen kerja, yang bisa menyatukan antarkaryawan, sehingga
menghasilkan keuntungan yang kompetitif. Aspek pemilihan lokasi dalam bisnis
ritel juga sangat berpengaruh. Pemilihan lokasi yang memungkinkan bisnis ritel
untuk tumbuh, mengevaluasi keunggulan dari setiap area perdagangan yang
dipilih. Sedangkan sistem keuangan, merupakan perefleksian strategi ritel
menyangkut metode pengelolaan sumber daya (modal, alat-alat, SDM, dan dll)
sehingga tercapai kinerja yang optimal.
Demikian,
bisnis ritel makanan memang sangat menjanjikan. Dilihat dari pertumbuhannya
yang sangat pesat setiap tahunnya. Ditambah, pangsa pasar Indonesia sendiri
sudah sangat menjanjikan, negara dengan jumlah pendudukterbesar keempat di dunia dengan segmen kelas menengah yang meningkat,
ekonomi yang ditopang oleh basis konsumen yang kuat. Tapi bagaimanapun juga,
sukses tidaknya sebuah bisnis, sangat bergantung pada strategi dan menejemen
pengelolaan. Semuanya kembali pada pelaku bisnis itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar