Selasa, 13 Oktober 2015

TUGAS_2SS_ PENGANTAR BISNIS



Perkembangan Convineince store di Indonesia


 


BISNIS RITEL MAKANAN (GROCERY) SANGAT MENJANJIKAN
Hipermarket mengalami pertumbuhan yang sangat pesat
Pada tahun 2010 industri hipermarket di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, total belanja ritel modern tahun ini bakal mencapai Rp 100 trilyun. Sebanyak Rp 65 triliun merupakan belanja makanan dan sisanya non-makanan. Dari jumlah belanja makanan ini, hipermarket mengambil porsi 35 persen, minimarket 35 persen dan supermarket 30 persen. Makanan yang merupakan kebutuhan pokok manusia, mengharuskan kita mau tidak mau untuk berbelanja makanan dan minuman setiap harinya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa mini market dan hypermarket pertumbuhannya sangat pesat Kompas.Com).
Pertumbuhan gerai ritel makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun dan supermarket 7% per tahun dan convenience store/mini market sekitar 15%. Pada tahun 2003, penjualan sektor ritel modern makanan dikuasai oleh supermarket 60%, hypermarket 20% dan sisanya 20% oleh convenience store/mini market.
Potensi Pengembangan Ritel Makanan (Grosery) di daerah-daerah
Permintaan produk kebutuhan sehari-hari (consumer goods) masih merupakan permintaan utama. Produk bahan makanan (groceries) mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang perdagangan ritel. Sementara untukproduk non-pangan, penjualan pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar 30% barang perdagangan ritel,diikuti penjualan barang-barang elektronik sebesar 12%, dan penjualan produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%. Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih relatif besar terhadap jumlah populasi penduduk. Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281 toko, danChina 74 toko. Jumlah toko ritel modern di Indonesia hanya menempati porsi yang sangat kecil (0,7%) dibandingkandengan jumlah toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai 7.937 toko.
Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi, baik dilihat dari sisi jumlah gerai toko maupun pangsa perdagangan ritel penjualan produk fast moving consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di Indonesia padatahun 2008 mencapai 10.607 toko dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 17,3%, tertinggi dibandingkanformat ritel modern lainnya, disusul hypermarket dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 16,9%.Sementara itu, pangsa perdagangan ritel minimarket untuk penjualan produk FMCG meningkat cukup signifikandibandingkan format lainnya, yaitu dari sebesar 5% di tahun 2003 menjadi 16% di tahun 2008.
PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) telah mengambil langkah inisiatif strategis untuk mengkaji dan menganalisakegiatan bisnisnya secara keseluruhan, terkait dengan rencana perusahaan mengembangkan kompetensi intidalam bisnis hypermarket-nya. Sebagai pelopor compact hypermarket di Indonesia dengan model bisnis yang telahteruji, akan terus berfokus kepada bisnis ritel makanan, melalui fase ekspansi Hypermart ke semua daerah diIndonesia. Selain itu, streamline semua bisnis non-inti lainnya/bisnis non-hypermarket, guna memastikan bahwasemua sumber daya MPP dioptimalkan 100%, untuk mendorong pertumbuhan bisnis Hypermart. Indonesia merupakan negara berpotensi besar dan memiliki pertumbuhan pasar yang paling menarik secara global diantaranegara berkembang lainnya. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan segmen kelasmenengah yang meningkat, ekonomi yang ditopang oleh basis konsumen yang kuat, daya beli yang terus meningkat dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi tahunan yang kokoh. Sampai saat ini, ekonomi berbasis konsumen yang kuat ini telah mendorong pertumbuhan PDB negara dan diprediksikan akan terus tumbuh rata-rata 5,6% per tahunsampai dengan tahun 2014, sedangkan PDB perkapita diperkirakan akan tumbuh sebesar 11,3% sampai dengan tahun 2014 dan akan melampaui batas US$ 3.000 di tahun 2012.
Pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia juga berlangsung pesat akhir-akhir ini, baik dari sektor ekonomi, pariwisata maupun pendidikan. Dimana setiap daerah berkembang dengan potensinya masing-masing. Pertumbuhan pariwisata dan meningkatnya populasi ekspartriat, menyebabkan peningkatan jumlah impor. Riteler besar seperti Carrefour Indonesia, Matahari Putra Prima Tbk, dan Hero Supermarket berhasil meningkatkan penjualan merek, melalui penjualan produk-produk private label, penawaran promosi yang menarik, dan ekspansi ke daerah-daerah dan pasar yang belum jenuh.
Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Pasar Tradisional dan Ritel Modern
Keberadaan pasar modern yang meliputi minimarket, supermarket, hingga hipermarket tidak dapat dihindari. Untuk dapat bersaing, pasar tradisional harus diperkuat agar konsumen tidak beralih. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Ihwan Sudrajat mengemukakan hal tersebut di Kota Semarang, Rabu (24/6). Menurut Beliau, pasar modern memiliki segmen pasar tersendiri sama seperti pasar tradisional, sehingga pilihan sepenuhnya terletak pada konsumen.
Kita tidak dapat membatasi pasar modern, karena pendiriannya pun berdasarkan adanya permintaan pasar. Yang harus dilakukan adalah melindungi pelaku UMKM dan pasar tradisional. Ini adalah tugas dari pemerintah. Aturan untuk keberadaan pasar modern ada dalam Keputusan Presiden Nomor 112 Tahun 2008 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Dalam Pasal 5 diatur perihal letak pasar modern segala ukuran, dari hipermarket yang terbesar hingga minimarket yang terkecil. Dalam aturan tersebut disebutkan, hipermarket hanya diperbolehkan berlokasi pada akses jalan utama, supermarket tidak diizinkan berada pada lingkungan perumahan, dan minimarket diperbolehkan berada di akses jalan pada lingkungan permukiman di kota.
Sementara itu, penguatan terhadap pasar tradisional, dilakukan dengan program penataan pasar. Sektor perdagangan mendapatkan alokasi dana stimulus sebesar Rp 335 miliar yang digunakan untuk program revitalisasi dan renovasi pasar tradisional sebesar Rp 215 miliar, dan pergudangan Rp 120 miliar. Menurut data yang diperoleh VIVAnews dari salah satu anggota dewan, sebanyak 123 kabupaten/kota di 11 provinsi rencananya mendapat alokasi stimulus pasar sebesar Rp 215 miliar.
Pemerintah telah menerima sedikitnya 600 proposal dari 300 daerah di seluruh Indonesia untuk program revitalisasi pasar tradisional. Semua proposal yang masuk ke Departemen Keuangan akan dibahas pelaksanaannya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Gunaryo di Kantor Pengawas Persaingan Usaha mengatakan, ada sekitar Rp 235 miliar dana revitalisasi pasar yang disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Perbantuan dari Pemerintah Daerah. Dari proposal yang masuk ke Departemen Perdagangan, jenis revitalisasi bermacam-macam. “Ada yang rehabilitasi total, pertambahan luasan, atau renovasi saja,” katanya. Dana yang disiapkan untuk revitalisasi pasar tradisional tersebut, menurut Gunaryo mulai Rp 3 miliar atau tergantung daerah dan besaran kasus yang terjadi. “Kini sedang dibahas di Menteri Keuangan,” tutur Gunaryo.
Proposal rehabilitasi pasar tersebut, katanya, harus melalui persetujuan Dinas PU di daerah terkait standar bangunan. Gunaryo menambahkan untuk program revitalisasi pasar tradisional mulai tahun depan, Pemerintah daerah berkomitmen untuk menambah anggaran pembinaan pasar. Dana stimulus revitalisasi pasar tradisional tahun ini dikucurkan melalui Departemen Perdagangan lewat Dana Alokasi Khusus.
Kelemahan pasar tradisional yang harus segera dibenahi :
1. Kurangnya pengelolaan pasar yang baik menyebabkan tutupnya beberapa pasar tradisional.
2. Kurang nyamannya berbelanja di pasar tradisional, terutama masalah kebersihan.
3. Kurangnya modal peritel tradisional untuk bisa mengembangkan usahanya.
4. Harga yang lebih mahal untuk produk tertentu dibanding harga di pasar modern.
Strategi pengelolaan bisnis ritel modern yang kreatif dan inovatif
Para pelaku bisnis ritel, baik modern maupun tradisional, harus lebih meningkatkan promosinya. Menurut data dari Lembaga Riset Nielsen Indonesia, sepanjang semester pertama 2010, konsumen belum terlalu memprioritaskan uang belanja untuk membeli makanan, minuman, dan berbagai kebutuhan harian. Konsumen kelas menengah, justru lebih memilih belanja kendaraan atau elektronik.
Pertumbuhan penjualan ritel nasional sepanjang Januari sampai Mei lalu baru mencapai 9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009. Angka tersebut jauh tertinggal dari pertumbuhan sektor lainnya. Pertumbuhan penjualan mobil menduduki angka tertinggi 73,5 persen. Begitu pula sepeda motor sebesar 35,2 persen. Penjualan elektronik rumah tangga juga meningkat 32,35 persen, sedangkan komputer naik 30 persen.
Saat ini tengah terjadi pergeseran perhatian konsumen dalam membelanjakan anggaran bulanannya. Terutama kelas menengah atas, masih memilih belanja big ticket item (mobil, motor, elektronik). Yang secara tidak langsung, mengindikasikan masyarakat kita semakin mapan.
Seiring berkembangnya teknologi, gaya hidup masyarakat juga ikut berubah. Sebelum ada teknologi, saat ada waktu luang konsumen bisa pergi ke warung atau belanja. Begitu ada ponsel dengan segala kecanggihannya, punya waktu luang sedikit langsung online. Rekreasi di dunia maya dirasa lebih mengasikan, daripada pergi ke pasar tradisional atau supermarket dan hypermarket sekalipun.
Sepanjang 2009, total belanja konsumen untuk ritel 56 kategori produk mencapai Rp 99, 653 triliun (tidak termasuk telur, cabai, beras, dan beberapa sembako). Sementara itu, pada Januari sampai Mei 2010, total uang yang sudah terbelanjakan Rp 44,685 triliun.
Nielsen melakukan riset tentang tren belanja masyarakat dengan cara wawancara face to face di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan. Responden adalah pria dan perempuan usia 15-65 tahun. Total 1.781 narasumber memiliki kemampuan belanja lebih dari Rp 1,250 juta per bulan. (gen/c6/kim)
Pengusaha ritel sebaiknya lebih kreatif mengemas tempat berjualan, kemudian mempromosikannya dengan lebih menarik lagi. Berdasar hasil survei yang dilakukan Nielsen, 19,8 persen konsumen mengungkapkan bahwa faktor nonfood (kenyamanan tempat, kemasan, promosi, dll) merupakan alasan mereka untuk datang ke tempat belanja.
Manajemen SDM mempunyai peranan signifikan dalam sebuah bisnis ritel. Mengkoordinasi dan memotivasi karyawan dalam pencapaian target. Sampai pada akhirnya terbentuklah sebuah komitmen kerja, yang bisa menyatukan antarkaryawan, sehingga menghasilkan keuntungan yang kompetitif. Aspek pemilihan lokasi dalam bisnis ritel juga sangat berpengaruh. Pemilihan lokasi yang memungkinkan bisnis ritel untuk tumbuh, mengevaluasi keunggulan dari setiap area perdagangan yang dipilih. Sedangkan sistem keuangan, merupakan perefleksian strategi ritel menyangkut metode pengelolaan sumber daya (modal, alat-alat, SDM, dan dll) sehingga tercapai kinerja yang optimal.
Demikian, bisnis ritel makanan memang sangat menjanjikan. Dilihat dari pertumbuhannya yang sangat pesat setiap tahunnya. Ditambah, pangsa pasar Indonesia sendiri sudah sangat menjanjikan, negara dengan jumlah pendudukterbesar keempat di dunia dengan segmen kelas menengah yang meningkat, ekonomi yang ditopang oleh basis konsumen yang kuat. Tapi bagaimanapun juga, sukses tidaknya sebuah bisnis, sangat bergantung pada strategi dan menejemen pengelolaan. Semuanya kembali pada pelaku bisnis itu sendiri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar